MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
PERAN HIPWI FKPPI
DALAM MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA
YANG HANDAL DEMI
TERWUJUDNYA KETAHANAN NASIONAL
oleh
Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pertahanan RI
Pendahuluan
Mendengar kata
“organisasi masyarakat” di Era Reformasi terdapat kesan kepentingan sendiri yang diperjuangkan dan
jika tidak sesuai dengan kepentingannya, maka tindakan anarkhislah yang
dilakukan. Kesan itu tidaklah terlalu jauh dari kebenaran karena yang nampak
dewasa ini justru organisasi masyarakat yang bertindak anarkhis yang senantiasa
di ekspose, sementara di sisi lain era keterbukaan sudah sedemikian leluasa. Ditengah
khasanah persepsi organisasi masyarakat demikian ini lahirnya Himpunan
Pengusaha dan Wiraswasta (HIPWI) FKPPI yang berwawasan kebangsaan akan menjadi
oase persepsi organisasi kemasyarakatan yang akan menjadi pionir dan penerus
Reformasi melalui pembinaan SDM pengusaha yang berwaasan kebangsaan.
Era reformasi
lahir dari era globalisasi. Globalisasi telah memberikan nilai dan tatanan baru
yang telah mengantar bangsa Indonesia dalam kondisi yang lebih dinamis dan
terbuka, sehingga segenap potensi bangsa lebih memiliki kesempatan untuk
membentuk diri dan memperjuangkan aspirasinya. Dengan kondisi demikian diaspora
kekuatan tumbuh luar biasa yang tidak seluruhnya sesuai dengan visi kebangsaan.
Dalam konteks itu
lahirnya HIPWI FKPPI yang merupakan himpunan pengusaha muda yang memiliki
wawasan kebangsaan akan menjadi variabel
kebangsaan dalam khasanah dinamika ekonomi yang diawaki oleh generasi muda. Hal
ini sudah barang tentu akan menjadi penyemaian kekuatan ekonomi bangsa
mendukung Ketahanan Nasional menghadapi globalisasi.
Tantangan Ketahanan
Nasional dalam Globalisasi
Globalisasi
merupakan
proses panjang dari sebuah pandangan visioner para ekonom dan pelaku industri
yang mulai digarap sejak tahun 1944 di United Nation Monetary and Financial Conference
di Bretton Woods, Amerika yang melahirkan Bretton
Woods Agreements. Melalui Bretton Woods Agreements yang menetapkan mata uang Dollar sebagai patokan nilai tukar, penyemaian
nilai-nilai globalisasi dimulai.
Dalam
perkembangannya, melalui teknologi informasi globalisasi ekonomi dari Bretton
Woods ini berkembang pesat, dan melalui teknologi informasi pula integrasi
ekonomi ini tumbuh pesat secara perlahan tapi pasti merambah ke integrasi
berbagai aspek kehidupan. Globalisasi telah memperpendek jarak dan menyatukan dunia.
Peristiwa yang terjadi di daerah terpencil, dengan dukungan teknologi informasi
dapat diketahui oleh siapapun dan di belahan bumi manapun secara real time.
Demikian juga, melalui globalisasi perangkat suku cadang mesin yang diproduksi
di Tegal telah dijadikan bagian dari peralatan mesin produksi Jepang atau
Jerman.
Aspek ekonomi
telah menjadi pionir integrasi dan menjadi titik pangkal janji globalisasi untuk
memakmurkan umat manusia. Namun demikian globalisasi merupakan pedang
bermata dua, yakni di samping membawa percepatan kemakmuran juga dapat menjadi
bencana. Seperti yang dikemukakan oleh Futurolog Amerika Dr. James Canton dalam
bukunya yang terbit pada tahun 2006 di New York berjudul “The Extreme
Future, The Top Ten That Will Reshape the World for the Next 5, 10, and 20
Years” bahwa ancaman langsung yang menyangkut harkat dan martabat manusia
justru dapat bermula dari globalisasi. Globalisasi akan memecah dunia menjadi
dua belahan, kemakmuran bangsa-bangsa maju yang menguasai kelimpahan uang namun
semakin menua, serta kemiskinan bangsa-bangsa yang sedang berkembang yang
mengalami ledakan kesegaran demografi. Ledakan besar populasi muda ini jika
tidak tertangani oleh globalisasi justru akan membentuk rentetan ancaman yakni
terorisme, kriminal, perdagangan narkoba, pembajakan/pemalsuan, dan yang paling
penting akar dari keempatnya, yakni kemiskinan.
Untuk itulah
sesungguhnya tantangan globalisasi adalah keberlangsungan globalisasi
itu sendiri. Dalam hal ini globalisasi berkelanjutan (Sustainable Globalization) menjadi
keniscayaan, yakni globalisasi dalam konteks sosial, yang
memperhatikan kebebasan masyarakat, yang dapat mendukung kecepatan dan
efisiensi pertumbuhan standar hidup manusia, ekonomi dan kebebasan individu
untuk memilih berdasarkan kebebasan berpikir, kebebasan pasar, dan kebebasan
berusaha. Dalam hal itu bahaya globalisasi muncul, ketika ia hanya sebatas seperti
yang dipersepsikan oleh angan-angan elitis Barat, yakni hanya didesain untuk
perusahaan-perusahaan besar memiliki akses pada pasar lokal, sementara
pengurangan kaum miskin yang frustasi dan kesepahaman budaya yang dijanjikannya
menemui ajal.
Jelas
globalisasi memiliki dua dimensi, anugerah atau bencana. Tantangannya adalah
bagaimana bangsa dapat mempersiapkan diri untuk bisa menjadi bagian dari
globalisasi atau akan mengurung diri. Pelajaran akibat mengurung diri sudah
jelas, seperti yang terjadi pada Rusia dan Yugoslavia, atau yang paling
kontemporer Myanmar dan Korea Utara. Akankah Indonesia menjadi seperti mereka,
atau akan menjadi si cerdik China.
Bangsa Indonesia harus dapat
mengembangkan daya saingnya. Daya saing yang tidak hanya sebatas berdagang dan
ekonomi, tetapi mencakup segenap aspek kehidupan. Daya saing adalah perspektif
lain dari kekuatan yang dimiliki bangsa. Hanya dengan daya saing Bangsa ini dapat memenangkan perang baru di Era Globalisasi membangun Ketahanan Nasionalnya. Menumbuhkan daya saing inilah letak peran penting pengembangan SDM, dan
jika visi HIPWI FKPPI terwujud, eksistensinya akan menjadi sumbang sih
strategis Ketahanan Nasional alias menjadi elemen penting kekuatan pertahanan
negara menghadapi ancaman nonmiliter.
Ancaman Nonmiliter
Ancaman nonmiliter merupakan
ancaman yang menjadi bagian dari analisa yang hasilnya dituangkan dalam
Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pada dasarnya ancaman
nonmiliter menjadi bagian dari ancaman bersifat multidimensional. Ancaman yang bersifat
multidimensional dapat bersumber, baik dari permasalahan ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya maupun permasalahan keamanan yang terkait dengan
kejahatan internasional, antara lain terorisme, imigran gelap, bahaya
narkotika, pencurian kekayaan alam, bajak laut, dan perusakan lingkungan.
Hal ini
semua menyebabkan permasalahan pertahanan menjadi sangat kompleks sehingga
penyelesaiannya tidak hanya bertumpu pada departemen yang menangani pertahanan
saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab seluruh instansi terkait, baik
instansi pemerintah maupun nonpemerintah.
Fungsi pertahanan negara telah
mengidentifikasinnya melalui Pasal 7 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yang menyuratkan adanya dua
jenis ancaman, yakni ancaman militer dan ancaman nonmiliter. Sistem pertahanan
negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia
sebagai komponen utama didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.
Untuk menghadapi ancaman nonmiliter sistem pertahanan negara menempatkan
lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan
bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain
dari kekuatan bangsa.
Bangun
kekuatan menghadapi ancaman nonmiliter itu terbentuk melalui dasar tampilan
kilas belakang kekuatan militer yang berpadu dengan kilas depan sikap perilaku
sadar bela negara seluruh warga negara dalam segenap aspek kehidupannya.
Kekuatan pertahanan negara menghadapi ancaman nonmiliter adalah tampilan
dinamika segenap aspek kehidupan bangsa yang mampu menjadi kekuatan pendukung
diplomasi dalam pergaulan antar bangsa, dan itu menjadi dasar kekuatan Ketahanan
Nasional, yang mana visi dan misi HIPWI FKPPI melekat.
Dalam gegap gempita gambaran
globalisasi dan tantangannya yang harus dihadapi, pelajaran yang dapat
dipetik adalah siapa yang berjati diri dialah yang akan menatap globalisasi
sebagai
peluang. Dalam hal inilah jika memang HIPWI FKPPI menyatakan dirinya sebagai
organisasi yang memiliki wawasan kebangsaan akan menjadi sumber kekuatan SDM
bangsa, karena karya nyatanya berpijak pada jati diri bangsa.
HIPWI FKPPI dengan visi kebangsaannya tentu didirikan
dengan tujuan memberikan pembinaan sekaligus wahana bagi anggotanya yang bergerak sebagai
pengusaha. Visi kebangsaan ini menjadi hal mendasar karena ia
menjadi pijakan jati dirinya untuk berkiprah, sehingga warna dan sumbangannya
dalam dinamika kehidupan bangsa memiliki penjiwaan yang jelas orientasinya.
Dengan
segmen peran sebagaimana dikemukakan di atas, pada dasarnya kemandirian
berdasarkan jati dirinya semakin menguatkan kesan bahwa anak kolong bukan berarti anak yang menggerogoti
fasilitas, tetapi justru kreatif dan inovatif dalam kadar dan warna jati diri
kebangsaan yang kuat. Hal ini tentu akan menjadi poros kekuatan, karena peran
dan tindakan HIPWI akan berada dalam poros penguatan aspek Ketahanan Nasional. Segmen peran HIPWI FKPPI
justru menjadi strategis, dan menjadi idealitas bangun kekuatan SDM mendukung Ketahanan Nasional menghadapi musuh
besar globalisasi. Seperti kutipan dari Canton yang dikemukakan di
atas, kemiskinan dan ketidakberdayaan adalah musuh besar Globalisasi yang sama seperti halnya musuh HIPWI FKPPI.
Bebasnya masyarakat dari kemiskinan melalui kepengusahaan yang dapat menjadi
segmen peran HIPWI FKPPI menjadikannya berperan penting dalam membangun Ketahanan
Nasional
Dalam hal itu peran yang bisa lakukan HIPWI FKPPI adalah
jadi motivator, inisiator dan inovator pengembangan SDM, karena wadah
keorganisasiannya akan menumbuhkan anggota
yang dapat menjadi pionir visi kebangsaan SDM pengusaha. HIPWI FKPPI
merupakan wadah pemupukan karakter bangsa, yang jika
dikembangkan secara kreatif akan merupakan kekuatan dahsyat Bangsa ini.
Segmen penting lain dari peran HIPWI
FKPPI adalah ia berada dalam wilayah pembinaan pemuda yang
bergerak sebagai pengusaha. Nasionalisme pemuda adalah sisi lain yang
sebenarnya menjadi bidang garapan HIPWI
FKPPI. Jika ini dapat direalisasikan HIPWI FKPPI
akan menjadi elemen penting bagi terbangunnya nasionalisme
baru di bidang kiprah pengusaha alias bidang ekonomi.
Penutup
Era
galobalisasi adalah era dimana tantangan suatu bangsa untuk
mengembangkan Ketahanan Nasionalnya tidak berada dalam garis linier.
Tantangan di Era Globalisasi adalah tantangan multidimensional yang dalam
analisis ancaman terhadap pertahanan negara merupakan ancaman nonmiliter. Seluruh
aspek kehidupan bangsa adalah berada dalam mandala ancaman nonmiliter, jika
tidak dapat memerankan diri mengemban tugas dan fungsinya berlandaskan jati
diri bangsa.
Segenap
aspek kehidupan harus mengembangkan diri menjadi kekuatan di sektornya
masing-masing, karena tantangan Era Globalisasi adalah tantangan membangun harkat dan martabat SDM yang menjadi
landasan Ketahanan Nasional. Dalam hal ini untuk menumbuhkan harkat dan martabat bangsa,
khususnya generasi muda, HIPWI FKPPI yang bervisi kebangsaan memiliki peran
sangat mendasar, yakni:
1.
Sebagai penyemai SDM pengusaha yang berwawasan
kebangsaan.
2. Sebagai agen pembaruan, agen pencerahan di
bidang ekonomi berlandaskan visi kebangsaan.
3. Menjadi motivator,
inisiator dan inovator dalam pembangunan sekaligus katalisator membangun wawasan kebangsaan di antara sesama
pengusaha untuk berorientasi pada jati diri bangsa.
4. Sebagai wadah
pemupukan karakter bangsa di bidang ekonomi dan gerak usaha, yang jika dikembangkan secara kreatif akan merupakan kekuatan dahsyat Bangsa.
Menteri
Pertahanan
Purnomo
Yusgiantoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar