SAMASTA BHADRATARA

SAMASTA BHADRATARA | BERSAMA UNTUK SEJAHTERA

Kamis, 21 Juni 2012



MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA


PERAN HIPWI FKPPI DALAM MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA
YANG HANDAL DEMI TERWUJUDNYA KETAHANAN NASIONAL
oleh
Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pertahanan RI
Pendahuluan

            Mendengar kata “organisasi masyarakat” di Era Reformasi terdapat kesan kepentingan sendiri yang diperjuangkan dan jika tidak sesuai dengan kepentingannya, maka tindakan anarkhislah yang dilakukan. Kesan itu tidaklah terlalu jauh dari kebenaran karena yang nampak dewasa ini justru organisasi masyarakat yang bertindak anarkhis yang senantiasa di ekspose, sementara di sisi lain era keterbukaan sudah sedemikian leluasa. Ditengah khasanah persepsi organisasi masyarakat demikian ini lahirnya Himpunan Pengusaha dan Wiraswasta (HIPWI) FKPPI yang berwawasan kebangsaan akan menjadi oase persepsi organisasi kemasyarakatan yang akan menjadi pionir dan penerus Reformasi melalui pembinaan SDM pengusaha yang berwaasan kebangsaan.

            Era reformasi lahir dari era globalisasi. Globalisasi telah memberikan nilai dan tatanan baru yang telah mengantar bangsa Indonesia dalam kondisi yang lebih dinamis dan terbuka, sehingga segenap potensi bangsa lebih memiliki kesempatan untuk membentuk diri dan memperjuangkan aspirasinya. Dengan kondisi demikian diaspora kekuatan tumbuh luar biasa yang tidak seluruhnya sesuai dengan visi kebangsaan.

            Dalam konteks itu lahirnya HIPWI FKPPI yang merupakan himpunan pengusaha muda yang memiliki wawasan kebangsaan akan menjadi variabel kebangsaan dalam khasanah dinamika ekonomi yang diawaki oleh generasi muda. Hal ini sudah barang tentu akan menjadi penyemaian kekuatan ekonomi bangsa mendukung Ketahanan Nasional menghadapi globalisasi.

Tantangan Ketahanan Nasional dalam Globalisasi

            Globalisasi merupakan proses panjang dari sebuah pandangan visioner para ekonom dan pelaku industri yang mulai digarap sejak tahun 1944 di United Nation Monetary and Financial Conference di Bretton Woods, Amerika yang melahirkan Bretton Woods Agreements. Melalui  Bretton Woods Agreements yang menetapkan mata uang Dollar sebagai patokan nilai tukar, penyemaian nilai-nilai globalisasi dimulai.

            Dalam perkembangannya, melalui teknologi informasi globalisasi ekonomi dari Bretton Woods ini berkembang pesat, dan melalui teknologi informasi pula integrasi ekonomi ini tumbuh pesat secara perlahan tapi pasti merambah ke integrasi berbagai aspek kehidupan. Globalisasi telah memperpendek jarak dan menyatukan dunia. Peristiwa yang terjadi di daerah terpencil, dengan dukungan teknologi informasi dapat diketahui oleh siapapun dan di belahan bumi manapun secara real time. Demikian juga, melalui globalisasi perangkat suku cadang mesin yang diproduksi di Tegal telah dijadikan bagian dari peralatan mesin produksi Jepang atau Jerman.

            Aspek ekonomi telah menjadi pionir integrasi dan menjadi titik pangkal janji globalisasi untuk memakmurkan umat manusia. Namun demikian globalisasi merupakan pedang bermata dua, yakni di samping membawa percepatan kemakmuran juga dapat menjadi bencana. Seperti yang dikemukakan oleh Futurolog Amerika Dr. James Canton dalam bukunya yang terbit pada tahun 2006 di New York berjudul “The Extreme Future, The Top Ten That Will Reshape the World for the Next 5, 10, and 20 Years” bahwa ancaman langsung yang menyangkut harkat dan martabat manusia justru dapat bermula dari globalisasi. Globalisasi akan memecah dunia menjadi dua belahan, kemakmuran bangsa-bangsa maju yang menguasai kelimpahan uang namun semakin menua, serta kemiskinan bangsa-bangsa yang sedang berkembang yang mengalami ledakan kesegaran demografi. Ledakan besar populasi muda ini jika tidak tertangani oleh globalisasi justru akan membentuk rentetan ancaman yakni terorisme, kriminal, perdagangan narkoba, pembajakan/pemalsuan, dan yang paling penting akar dari keempatnya, yakni kemiskinan.

            Untuk itulah sesungguhnya tantangan globalisasi adalah keberlangsungan globalisasi itu sendiri. Dalam hal ini globalisasi berkelanjutan (Sustainable Globalization) menjadi keniscayaan, yakni globalisasi dalam konteks sosial, yang memperhatikan kebebasan masyarakat, yang dapat mendukung kecepatan dan efisiensi pertumbuhan standar hidup manusia, ekonomi dan kebebasan individu untuk memilih berdasarkan kebebasan berpikir, kebebasan pasar, dan kebebasan berusaha. Dalam hal itu bahaya globalisasi muncul, ketika ia hanya sebatas seperti yang dipersepsikan oleh angan-angan elitis Barat, yakni hanya didesain untuk perusahaan-perusahaan besar memiliki akses pada pasar lokal, sementara pengurangan kaum miskin yang frustasi dan kesepahaman budaya yang dijanjikannya menemui ajal.

            Jelas globalisasi memiliki dua dimensi, anugerah atau bencana. Tantangannya adalah bagaimana bangsa dapat mempersiapkan diri untuk bisa menjadi bagian dari globalisasi atau akan mengurung diri. Pelajaran akibat mengurung diri sudah jelas, seperti yang terjadi pada Rusia dan Yugoslavia, atau yang paling kontemporer Myanmar dan Korea Utara. Akankah Indonesia menjadi seperti mereka, atau akan menjadi si cerdik China.

            Bangsa Indonesia harus dapat mengembangkan daya saingnya. Daya saing yang tidak hanya sebatas berdagang dan ekonomi, tetapi mencakup segenap aspek kehidupan. Daya saing adalah perspektif lain dari kekuatan yang dimiliki bangsa. Hanya dengan daya saing Bangsa ini dapat memenangkan perang baru di Era Globalisasi membangun Ketahanan Nasionalnya. Menumbuhkan daya saing inilah letak peran penting pengembangan SDM, dan jika visi HIPWI FKPPI terwujud, eksistensinya akan menjadi sumbang sih strategis Ketahanan Nasional alias menjadi elemen penting kekuatan pertahanan negara menghadapi ancaman nonmiliter.

Ancaman Nonmiliter

            Ancaman nonmiliter merupakan ancaman yang menjadi bagian dari analisa yang hasilnya dituangkan dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pada dasarnya ancaman nonmiliter menjadi bagian dari ancaman bersifat multidimensional. Ancaman yang bersifat multidimensional dapat bersumber, baik dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun permasalahan keamanan yang terkait dengan kejahatan internasional, antara lain terorisme, imigran gelap, bahaya narkotika, pencurian kekayaan alam, bajak laut, dan perusakan lingkungan.

            Hal ini semua menyebabkan permasalahan pertahanan menjadi sangat kompleks sehingga penyelesaiannya tidak hanya bertumpu pada departemen yang menangani pertahanan saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab seluruh instansi terkait, baik instansi pemerintah maupun nonpemerintah.

            Fungsi pertahanan negara telah mengidentifikasinnya melalui Pasal 7 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yang menyuratkan adanya dua jenis ancaman, yakni ancaman militer dan ancaman nonmiliter. Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Untuk menghadapi ancaman nonmiliter sistem pertahanan negara menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.

            Bangun kekuatan menghadapi ancaman nonmiliter itu terbentuk melalui dasar tampilan kilas belakang kekuatan militer yang berpadu dengan kilas depan sikap perilaku sadar bela negara seluruh warga negara dalam segenap aspek kehidupannya. Kekuatan pertahanan negara menghadapi ancaman nonmiliter adalah tampilan dinamika segenap aspek kehidupan bangsa yang mampu menjadi kekuatan pendukung diplomasi dalam pergaulan antar bangsa, dan itu menjadi dasar kekuatan Ketahanan Nasional, yang mana visi dan misi HIPWI FKPPI melekat.
Peran HIPWI FKPPI
            Dalam gegap gempita gambaran globalisasi dan tantangannya yang harus dihadapi, pelajaran yang dapat dipetik adalah siapa yang berjati diri dialah yang akan menatap globalisasi sebagai peluang. Dalam hal inilah jika memang HIPWI FKPPI menyatakan dirinya sebagai organisasi yang memiliki wawasan kebangsaan akan menjadi sumber kekuatan SDM bangsa, karena karya nyatanya berpijak pada jati diri bangsa.


            HIPWI FKPPI dengan visi kebangsaannya tentu didirikan dengan tujuan memberikan pembinaan sekaligus wahana bagi anggotanya yang bergerak sebagai pengusaha. Visi kebangsaan ini menjadi hal mendasar karena ia menjadi pijakan jati dirinya untuk berkiprah, sehingga warna dan sumbangannya dalam dinamika kehidupan bangsa memiliki penjiwaan yang jelas orientasinya.

            Dengan segmen peran sebagaimana dikemukakan di atas, pada dasarnya kemandirian berdasarkan jati dirinya semakin menguatkan kesan bahwa  anak kolong bukan berarti anak yang menggerogoti fasilitas, tetapi justru kreatif dan inovatif dalam kadar dan warna jati diri kebangsaan yang kuat. Hal ini tentu akan menjadi poros kekuatan, karena peran dan tindakan HIPWI akan berada dalam poros penguatan aspek Ketahanan Nasional. Segmen peran HIPWI FKPPI justru menjadi strategis, dan menjadi idealitas bangun kekuatan SDM mendukung Ketahanan Nasional menghadapi musuh besar globalisasi. Seperti kutipan dari Canton yang dikemukakan di atas, kemiskinan dan ketidakberdayaan adalah musuh besar Globalisasi yang sama seperti halnya musuh HIPWI FKPPI. Bebasnya masyarakat dari kemiskinan melalui kepengusahaan yang dapat menjadi segmen peran HIPWI FKPPI menjadikannya berperan penting dalam membangun Ketahanan Nasional


            Dalam hal itu peran yang bisa lakukan HIPWI FKPPI adalah jadi motivator, inisiator dan inovator pengembangan SDM, karena wadah keorganisasiannya akan menumbuhkan anggota  yang dapat menjadi pionir visi kebangsaan SDM pengusaha. HIPWI FKPPI merupakan wadah pemupukan karakter bangsa, yang jika dikembangkan secara kreatif akan merupakan kekuatan dahsyat Bangsa ini.

            Segmen penting lain dari peran HIPWI FKPPI adalah ia berada dalam wilayah pembinaan pemuda yang bergerak sebagai pengusaha. Nasionalisme pemuda adalah sisi lain yang sebenarnya menjadi bidang garapan HIPWI FKPPI. Jika ini dapat direalisasikan HIPWI FKPPI akan menjadi elemen penting bagi terbangunnya nasionalisme baru di bidang kiprah pengusaha alias bidang ekonomi.



Penutup

            Era galobalisasi adalah era dimana tantangan suatu bangsa untuk mengembangkan Ketahanan Nasionalnya tidak berada dalam garis linier. Tantangan di Era Globalisasi adalah tantangan multidimensional yang dalam analisis ancaman terhadap pertahanan negara merupakan ancaman nonmiliter. Seluruh aspek kehidupan bangsa adalah berada dalam mandala ancaman nonmiliter, jika tidak dapat memerankan diri mengemban tugas dan fungsinya berlandaskan jati diri bangsa.


            Segenap aspek kehidupan harus mengembangkan diri menjadi kekuatan di sektornya masing-masing, karena tantangan Era Globalisasi adalah tantangan membangun harkat dan martabat SDM yang menjadi landasan Ketahanan Nasional. Dalam hal ini untuk menumbuhkan harkat dan martabat bangsa, khususnya generasi muda, HIPWI FKPPI yang bervisi kebangsaan memiliki peran sangat mendasar, yakni:

1.    Sebagai penyemai SDM pengusaha yang berwawasan kebangsaan.

2. Sebagai agen pembaruan, agen pencerahan di bidang ekonomi berlandaskan visi kebangsaan.

3. Menjadi motivator, inisiator dan inovator dalam pembangunan sekaligus katalisator membangun wawasan kebangsaan di antara sesama pengusaha untuk berorientasi pada jati diri bangsa.

4.   Sebagai wadah pemupukan karakter bangsa di bidang ekonomi dan gerak usaha, yang jika dikembangkan secara kreatif akan merupakan kekuatan dahsyat Bangsa.


Menteri Pertahanan




Purnomo Yusgiantoro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar