Oleh : IRMAN GUSMAN
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (SENAT) Republik Indonesia
Dapat
dikatakan bahwa promosi demokrasi di Indonesia sejak reformasi 1998 telah
berlangsung dengan kemajuan yang pesat
dan diantaranya menjadi bench
mark perkembangan demokrasi di dunia internasional. Demokratisasi politik
mengalami kemajuan yang luar biasa, kebebasan berpendapat dan berserikat, pemilu dengan penyelenggara yang independen
dan keterlibatan rakyat secara luas, kebebasan berpolitik dan kebebasan pers,
sistem ketata-negaraan check and
balances, desentralisasi
pemerintahan, dll.
Sayangnya,
liberalisasi dalam bidang ekonomi seperti menjadi ”momok” dan banyak orang seperti menjadi skeptik. Kenyataan atas poisisi liberalisasi
ekonomi yang dipersepsikan kurang positif oleh sebagian masyarakat, antara lain
atas alasan hal-hal berikut : pertama,
sebagai frontier liberalisasi,
ternyata kerja ekonomi Indonesia ditopang
oleh non-tradeable. Hal itu
mengandung arti bahwa besar kemungkinan
belum secara nyata berhasil mempersiapkan landasan sektor tradeable supaya mampu bersaing pada saat liberalisasi. Sebagai contoh, saat sekarang dengan membuka perdagangan dengan China, dan bisa dicek
berapa banyak garment dari China di pasar Tanah Abang. Juga di Pasar Klewer
sebagai pasar tradisional dan berada di ”pelosok”, cukup banyak dijumpai adanya
batik print dari China, juga handphone dari China, mislanya. Ada
tantangan besar bagi Indonesia dengan berkaca pada kasus-kasus tersebut.
Kedua, bahwa dalam persoalan liberalisasi Indonesia,
kita tidak mampu memanfaatkan liberalisasi untuk mendorong pertumbuhan. Basically, Indonesia adalah negara
besar, dengan pertumbuhan yang didukung oleh consumption driven. Ketika Indonesia
terbuka ke pasar bebas, maka lebih
banyak memberi benefit bagi negara luar. China
dan India tidak mendorong konsumsi tetapi mendorong investasi. Kita belum berhasil mendorong investasi dibanding China dan India, sehingga perbaikan
ekonomi pada masyarakat belum dirasakan secara signifikan.
Ketiga,
perekonomian kita tidak tumbuh dalam tradeable sector sebagai
penghela pertumbuhan ekonomi. Non trade-able
sector tumbuh rata-rata 8 % sedangkan sektor tradeable seperti pertanian, pertambangan dan manufaktur hanya
tumbuh 3,5 %. Padahal, sektor tradeable justeru dapat menyerap tenaga kerja paling besar. Untuk itu
harus ada pengaturan ulang kebijakan,
dengan mendorong perkembangan industri manufaktur sebagai penyedia
lapangan kerja paling banyak selain akan mendorong pertumbuhan ekonomi karena
ekspor.
Pembangunan
bidang ekonomi dengan indikator makro
dari tahun ke tahun tergambar secara cukup positif, mencapai 5 sampai 6 % per
tahun dan indeks harga saham yang cukup
baik dan stabil. Namun hal itu belum dirasakan oleh masyarakat secara langsung
sehingga, ciri yang mengemuka adalah gambaran dimana kesejahteraan belum
dirasakan oleh sebagian besar anggota masyarakat. Hal itu terutama disebabkan karena kurangnya lapangan
kerja. Pemerintah dalam hal ini sebagai fasilitator
dan regulator belum dapat menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 70 %
berpendidikan dibawah tingkat SMP dan diantaranya 53% penduduk yang berlatar belakang pendidikan Sekolah
Dasar.
Perspektif
pembangunan ekonomi kita belum secara tajam berkaitan dengan dimensi sumberdaya
manusia, karena masih lebih terkonsentrasi pada perijinan dan suku bunga. Dengan peran seperti ini, maka pemerintah akan sulit dalam mengurangi
kemiskinan. Disisi lain, agenda penanganan kemiskinan berlangsung dalam mainstream per
kementerian. Padahal ada
kebutuhan untuk betul-betul secara terintegrasi, misalnya bagaimana mungkin
melepaskan dari kemiskinan apabila suatu wilayah tidak terjangkau
infrastruktur.
Dengan
berbagai pertimbangan untuk mendorong perkembangan kesejahteraan rakyat di daerah- daerah, maka DPD RI terus
mendorong upaya-upaya integrasi wawasan para pengambil kebijakan dan komunitas
bisnis nasional dan internasional untuk
membangun daerah. Sejak tahun 2006 melalui kegiatan Indonesia Regional
Investment Forum (IRIF) sampai dengan tahun 2008, serta kegiatan Regional Trade
Tourism and Investment (RTTI) dan Agenda investasi regional pada kegiatan
Konferensi World Islamic Ecoconic Forum
(WIEF) tahun 2009 di Jakarta, sangat jelas langkah-langkah DPD RI untuk menarik
investasi ke daerah dan yang lebih penting membangun daya saing daerah
serta untuk memotivasi para pengambil
kebijakan daerah menumbuhkan kewirausahaan
secara lebih luas di daerah-daerah di Indonesia.
Konsensus politk
bangsa Indonesia untuk memilih kehidupan demokratis serta kebijakan pengelolaan pemerintahan secara
desentralistik, telah mendorong pembangunan Indonesia di segala bidang, dengan
konsep pembangunan yang partisipatif di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan daerah sebagai
ujung tombak
pembangunan. Mengukur keberhasilan pembangunan
dari daerah seluruh Indonesia, bukan hanya Jakarta.
Pembangunan
Indonesia dengan paradigma baru yang partisipatif dan
berkeadilan dilaksanakan dalam suasana globalisasi yang makin intensif
berlaku. Oleh karena itu, diperlukan penguatan daya saing daerah untuk
memenangkan persaingan dengan negara-negara
lain. Usaha untuk meningkatkan daya saing terdiri
dari penguatan kemampuan berbagai pihak seperti sumberdaya teknis,
birokrasi, politikus daerah dan terutama
kemampuan entrepreneur dari semua pihak.
Kemampuan
entrepreneur menjadi sangat penting karena Indonesia memerlukan perjuangan yang
keras untuk memberikan nilai tambah bagi segala sumberdaya sehingga bisa
bersaing dengan negara-negara
lain, terutama negara
maju. Kita memerlukan nilai-nilai dan elemen-lemen yang mendukung kemajuan dan
kemakmuran yaitu, brain, dream, spirit
dan confidence yang khas dimiliki oleh siapapun yang berjiwa entrepreneur utamanya dengan membuka ruang bagi tumbuhnya entrepreneur
muda.
Entrepreneurship terbukti mampu menjadi solusi bagi kondisi ekonomi
sebuah bangsa. Raymond Kao mengatakan: It may take a revolution to gain political freedom, but it only take
entrepreneurial spirit to gain economic freedom. Artinya, kita harus
memberdayakan masyarakat dengan menanamkan nilai entrepreneurship untuk
mencapai kekuatan dan ketahanan ekonomi bangsa. Ia berbeda dengan upaya mencapai
kemerdekaan politik yang memerlukan revolusi. Kemerdekaan ekonomi hanya perlu
perubahan spirit, yaitu menjadi berspirit entrepreneur.
Jika kita lihat pembangunan bangsa terakhir ini, ada
pergeseran yang cukup signifikan. Terutama makin bertambahnya kelas menengah
ekonomi. Hal ini sejalan dengan laporan Majalah Globe edisi Desember 2011 yang
memberitakan kemunculan fenomena baru, yaitu menguatnya posisi dan peran
pengusaha di Indonesia.
Menurut rilis Majalah Globe
tersebut, 25 dari 50 orang paling berpengaruh di Indonesia adalah entrepreneur.
Fenomena ini sebenarnya sudah mulai ditelisik oleh pengamat sosial politik
sejak periode reformasi. Peran sosial politik tidak lagi didominasi hanya oleh
golongan militer dan birokrat yang berada di lingkaran penguasa tetapi mulai
bergeser ke pengusaha. Menguatnya peran pengusaha, terutama pengusaha muda,
merupakan buah dari proses demokratisasi. Demokrasi telah membuka ruang bagi
partisipasi rakyat, tidak hanya di bidang politik tetapi juga di bidang
ekonomi. Bahkan aktor-aktor penting yang menentukan dinamika politik juga
berasal dari kelompok pengusaha.
Jika kita analisis data majalah
Forbes sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2011, ada dua fenomena menarik yang
terjadi. Pertama, pergerakan peringkat orang terkaya di Indonesia
berjalan jauh lebih dinamis daripada pada masa Orde Baru. Beberapa orang-orang
kaya muncul di masa reformasi bukan oleh proteksi pemerintah tetapi oleh jiwa
kewirausahaan yang kuat. Kedua, pengusaha-pengusaha yang masuk dalam top
40 Forbes tersebut ternyata makin berperan dalam menentukan kebijakan publik di
Indonesia. Mereka makin kuat posisinya dalam sistem politik Indonesia.
Tentu saja kita patut mensyukuri
prestasi demokrasi ini. Ada sejumlah kemajuan yang disebabkan oleh makin menguatnya
demokrasi. Demokrasi yang kita pahami memang mempunyai ciri dasar yaitu penghargaan
terhadap kebebasan, hak asasi manusia dan kedudukan yang setara dalam semua
bidang kehidupan. Demokrasi di Indonesia
juga tidak terbatas pada bidang politik dan pemerintahan, tetapi juga dalam
bidang ekonomi. Artinya, partisipasi dan peran rakyat dalam bidang ekonomi
dibuka luas dan diberikan kesempatan yang sebesar-besarnya. Demikian juga dalam
konteks hirarki pemerintahan, sentralisme pusat diubah menjadi desentralisasi.
Diharapkan dengan desentralisasi peran dan partisipasi daerah menjadi ujung
tombak dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Dengan demikian,
pembangunan nasional merupakan agregat dari pembangunan daerah di seluruh
Indonesia. Meskipun begitu, proses demokratisasi kita masih lemah dan lambat.
Hal ini konsisten dengan gagasan saya, bahwa kita memerlukan pemantapan
konsolidasi demokrasi agar kita mencapai full and substantive democracy.
Saya ingin mempertegas lagi
mengenai dimensi pembangunan ekonomi kita, yang telah saya angkat sebagian pada
awal tulisan ini. Secara makro, dalam beberapa aspek, kita patut berbangga
karena telah mencapai beberapa keberhasilan. Pertama, keberhasilan pembangunan ekonomi diukur oleh meningkatnya
pendapatan perkapita nasional yang mencapai
US$ 3600 pada tahun 2011 kemarin. Kedua, Tingkat rasio utang kita terhadap PDB yang
bagus, yaitu di tingkat 26% dengan prestasi baru berupa pencapaian investment
grade. Ketiga, laju pertumbuhan
ekonomi nasional yang selalu berada di atas 6% paling tidak selama tiga tahun
terakhir. Bahkan, di era krisis ekonomi dunia dimana banyak negara mengalami
kontraksi ekonomi, kita masih bisa tumbuh di atas 5% per tahun. Hal itu
menunjukkan fondasi ekonomi dunia cukup bagus. Cadangan devisa kita juga tidak
terlalu buruk meskipun akhir-akhir ini digerus oleh peningkatan harga minyak
dunia yang terus meroket hingga lebih dari US$ 105 per barel.
Tidak heran jika dengan indikator makro ekonomi yang
bagus tersebut Indonesia dianggap merupakan salah satu emerging economy yang terus tumbuh pesat. Pada tahun 2025,
Indonesia diprediksi akan menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi dunia
bersama dengan China, India dan Brazil. Pada tahun 2025 tersebut, diperkirakan
pendapatan per kapita Indonesia bisa mencapai US$ 15.000.
Indikator-indikator makro
tersebut menunjukkan bahwa pemerintah telah berhasil mencapai sejumlah
prestasi. Namun, tentu saja masih ada beberapa kekurangan yang harus kita
perbaiki. Kelemahan mendasar yang sering dikritik oleh para pengamat ekonomi
dan politik yaitu bahwa kondisi ekonomi yang bagus tidak selalu tercermin dalam
keseharian masyarakat. Pertumbuhan ekonomi, misalnya dianggap tidak sejalan
dengan peningkatan kesejahteraan rakyat
Meskipun pembangunan ekonomi
kita tumbuh rata-rata 6 persen per tahun, namun pertumbuhan itu masih
didominasi ekonomi makro yakni sektor modern ketimbang sektor riil yang
notabene merupakan sektor utama masyarakat. Sehingga dampak pembangunan ekonomi
belum merata, masih tersentralistik pada wilayah kota-kota besar yang pada
gilirannya justru menimbulkan makin lebarnya jurang kesenjangan. Kesenjangan
akibat pembangunan sebagai contoh, pertumbuhan kesejahteraan kelas menengah dan
kelas atas di Indonesia demikian tinggi, namun pada saat yang sama, tingkat
penduduk miskin dan hampir miskin juga belum mencapai hasil yang signifikan.
Pertumbuhan kekayaan 40 orang kaya di Indonesia, menurut majalah Forbes
sebagaimana telah disebut di atas adalah sekitar US$ 19 milyar. Namun pada saat
yang sama, penduduk yang jatuh dari tingkat pra-sejahtera ke tingkat hampir
miskin justru bertambah. Tentu saja kita tidak anti terhadap orang kaya, namun
kita mengharapkan kekayaan itu mencerminkan peningkatan kesejahteraan seluruh
rakyat. Dalam kata lain, kita berharap bahwa ketimpangan pendapatan makin lama
akan makin berkurang.
Dalam konteks daerah,
kesenjangan juga masih terjadi. DPD RI pada tahun 2011, telah melakukan sebuah
upaya untuk mengukur daya saing daerah di 7 provinsi yaitu: DKI Jakarta,
Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Nusa
Tenggara barat dan Maluku. Hasilnya, DKI Jakarta masih menempati urutan
tertinggi dengan skor skor 9,14. Jauh di atas Sumbar yang hanya meraih skor
6,83. Hal itu menandakan bahwa daerah, terutama di luar Jawa masih jauh
tertinggal dalam pembangunan ekonomi baik dari sisi ketersediaan infrastruktur,
sumberdaya manusia maupun sistem pemerintahan yang mendukung. Kesenjangan
antara daerah dan pusat serta antar daerah ini juga harus menjadi perhatian
dalam membangun ekonomi nasional secara keseluruhan agar tidak menimbulkan
kecemburuan dan memperbesar potensi disintegrasi.
Lemahnya dukungan demokrasi
terhadap pembangunan ekonomi dapat kita lihat dari beberapa fakta. Pertama,
Global Competitiveness Index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum
2011-2012. Ranking daya saing kita berada pada ranking 46 dari 142 negara.
Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang lain kita diungguli Singapura di
peringkat 2, Malaysia 21, Brunai Darussalam 28, Thailand 39, kita hanya lebih
baik dari Vietnam di ranking 65, Philipina 75, dan Kamboja 97. Dimana variabel
yang diukur terdiri dari pengeluaran, ekonomi makro dan perdagangan, pendidikan
tinggi, infrastruktur, pendidikan dasar, kesehatan, dan sustainability.
Kedua, Doing Business Report Tahun
2012 yang dikeluarkan Bank Dunia. Indeks kemudahan bisnis di Indonesia berada
pada ranking 129 dari 183 negara. Dibandingkan dengan Doing Business Report Tahun
2011, kita mengalami penurunan dimana saat itu Indonesia berada pada ranking
121 dari 183 negara. Indeks ini jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
kita lebih rendah dari Singapura di peringkat 1 dunia, Thailand ranking 17,
Malaysia ranking 18, Vietnam ranking 98, dan Brunai Darussalam ranking 83.
Indonesia hanya lebih baik dari Philipina dan Kamboja di ranking 38 serta Laos
di ranking 165
Ketiga, Human
Development Index 2011. Indonesia berada pada rangking 124 atau menurun
dari tahun 2010 yang berada pada rangking 108 dunia. HDI mengukur prestasi
keseluruhan suatu negara menurut tiga dimensi Pembangunan Manusia, yaitu
panjang usia, pengetahuan, dan standar hidup layak.
Beberapa gambaran indikator tersebut
merupakan modal sekaligus peringatan bahwa kita harus terus memperbaiki
kualitas pembangunan ekonomi nasional. Kita harus mendesain pembangunan ekonomi
nasional secara lebih holistik dan komprehensif untuk menghasilkan output yang baik pula. Beberapa
indikator di atas juga mengindikasikan bahwa pembangunan nasional yang
dijalankan belum memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal
tersebut merupakan akibat dari belum terciptanya good and clean government
sebagaimana yang kita harapkan.
Dalam kondisi yang seperti itu,
kita amat memerlukan sebuah jalan keluar yang akan membawa bangsa dan negara
kepada keadaan yang lebih baik. Tujuannya adalah memperbaiki kualitas demokrasi
maupun kualitas ketahanan ekonomi Indonesia. Jika kita berkaca pada kasus
China dan India, maka salah satu kunci penting untuk mencapai kemajuan bangsa
adalah adanya entrepreneurship/kewirausahaan yang kuat dari individu
maupun pelaksana pemerintahan.
Yang dimaksud sebagai entrepreneurship
sesungguhnya tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi juga di bidang social (social
entrepreneurship), politik (political entrepreneurship) maupun
birkorasi (bureaucratical entrepereneurship). Tentu saja ada
perbedaan tujuan antara tipe-tipe entrepreneurship tersebut, yaitu
mengenai tujuannya. Namun kesemua tipe entrpreneurship tersebut punya
nilai dasar yaitu spirit entrepreneurship itu sendiri.
Social entrepreneurship
adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat untuk bisa mengubah dirinya sendiri
baik dari segi ekonomi maupun kehidupan sosialnya. Sedangkan political
entrepreneurship adalah upaya seseorang untuk membuat kehidupan politik
berjalan secara fair, transparan dan memberikan dampak bagi
kesejahteraan rakyat. Sementara, beuraucratical entrepreneurship adalah
upaya menjadikan birokrasi berfungsi sebagai pelayan publik yang ideal.
Terakhir, economical entrepreneurship adalah upaya meningkatkan nilai
tambah suatu barang, menciptakan lapangan kerja dan turut serta dalam
menciptakan kemakmuran masyarakat.
Intinya, entrepreneurship adalah
spirit atau jiwa untuk mengubah keadaan. Entrepreneurshipness adalah
sebuah gerakan yang timbul dari nilai yang meyakini bahwa kita tidak boleh
melihat segala sesuatu sebagai sesuatu yang statis dan apa adanya. Entrepreneurship
menuntut sebuah paradigma pemikiran yang out of the box. Gunanya adalah
untuk mengembangkan inovasi, terobosan dan langkah-langkah yang strategis untuk
memperbaiki keadaan.
Jadi, entrepreneurship merupakan
semangat, spirit atau jiwa untuk terus bergerak maju ke arah yang lebih
baik. Untuk itu, kehadiran nilai entrepreneurship harus terus
disebarluaskan. Saya berkeyakinan inilah yang terbaik bagi Indonesia yang
tengah menghadapi berbagai masalah di semua bidang kehidupan. Hal ini berangkat
dari asumsi dasar yaitu: there`s no underdeveloped country but undermanaged
country. Artinya, aspek manajerial dalam pengelolaan kehidupan sosial, ekonomi
dan politik harus diupayakan untuk terus ditingkatkan. Disitulah letak arti
penting jiwa entrepreneurship. Spirit entrepreneur memiliki ciri
khas yaitu sikap pantang menyerah, kreatif, innovative, punya inisiatif, bernia
mnegambil reisko (risk taker), serta peduli terhadap lingkungan dan masyarakat
sekitar. Kesemuanya diwujudkan dalam system manajerial yang baik, baik
manajemen individual, manajemen sumberdaya maupun manajemen social politik.
Be entrepreneur, be agent of change!
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
RI terus berupaya untuk mendorong pembangunan perekonomian daerah,
karena esensi dari kebijakan desentralisasi dan pelaksanaan otonomii daerah
adalah semangat membangun kesejahteraan
rakyat. Secara konsisten DPD RI akan
terus mendorong dan mendukung setiap langkah
membangun perekonomian. Secara sangat mendasar konteks kehadiran HIPWI-FKPPI sejalan pula dengan
upaya untuk membangun perekonomian yang sejalan dengan semangat dan nafas UUD 1945. HIPWI-FKPPI telah mengkombinasikan semangat
kebangsaan melalui langkah-langkah membangun perekonomian yang bersifat aspiratif dan partisipatif dari
masyarakat secara luas. Selamat atas kehadiran
lembaga HIPWI-FKPPI dan sukses dalam menjalankan misi bagi kesejahteraan bangsa
Indonesia di seluruh penjuru tanah air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar